Selasa, 11 Maret 2014

LIFE MOTIVATION

Tetesan Mata Karena Kehilangan

Disaat saya mempunyai tekad untuk berhijrah sementara, untuk menuntut ilmu agama, guna untuk merealisasikan cita-cita saya. Tekad saya itu semakin menjadi-jadi sehingga keinginan itu saya sampaikan kepada orang tua, bahwasanna saya ingin pergi untuk pesantren. Orang tua tak langsung mengijinkan saya, mereka berkata,” Jika kamu ingin pesantren maka kamu harus penuhi syarat dari orang tua mu ini. Syaratnya yaitu bacalah kitab safinah ini dengan lancar.” Ku simak perkataan orangtuaku dengan memasukannya kedalam hati agar benar-benar dan semangat dalam belajarnya.
Beberapa hari telah kulewati dengan usaha-usaha agar mengetahui dan lancar dalam membaca kitab itu, setelah saya optimis akan bisa membaca kitab gundul itu, saya sampaikan kepada orangtua bahwa saya sudah siap untuk di tes. Setelah oangtua menyuruh saya untuk membacanya. Langsung saya baca teteapi pas saya baca masih banyak sekali yang harus diprbaiki. Tetapi orangtua saya tidak memandang bahwa saya harus bisa membaca kitab waktu itu, karena mereka sadar bahwa saya selaku anaknya kelihata oleh mereka bahwa saya itu memang ingin sekali masuk kepesantren.
Tepatnya kelas X akhir semester dua, saya berangkat ke pesantren pada hari minggu sore sesudah saya pulang tadabur alam dari kawah Papandayan. Kesedihan mulai datang, tanpa diundang sam sekali, dengan datang sendirinya secara tiba-tiba, ketika kaki kananku melangkahkan untuk berjihad dalam menuntut ilmu. Saya berusaha memaksakan untuk lebih bisa mengikhlaskan diri saya jauh berpisah dengan orangtua untuk sementara, dan mnguatkan tekad niat saya untuk mencari ilmu agama. Dan akhirnya saya bisa melangkahkan kaki saya dengan penuh keyakinan dan penyerahan kepada Allo SWT.
Wajah Ibu yang pertama saya pandang, kulihat matanya yang meneteskan air mata kesedihan, kerinduan yang akan datang, dan kasih sayang. Kesemangatan saya mulai turun lagi. Semakin berat beban yang ku rasakan dan semakin susah untuk melangkahkan kaki. Ibu sangat mengerti dengan keadaan saya waktu itu, ibu menghampiri saya lalu mengantarkan saya kedepann pintu, lalu mngucapkan do’a-do’a sambil memegang erat tangan saya dan mencium kening saya. Salah satu do’a yang selalu saya minta “ Mah do’akanlah saya setiap mamah sholat sunat dan fardu, agar saya bisa melaksanakan ibadah haji dengan keluarga dan tahfidz Al-Qu’an 30 juz.”. kesedihan harus saya hadapi mau tidak mau saya harus menuntut ilmu dan akhirnya saya pergi dari rumah dengan izin orang tua.
Diperjalanan hati saya berkata.” Saya sangat malu karena saya belum bisa apa-apa selain hanya bisa menjengkelkan orangtua. Apa lagi mengenai Agama saya sangat nol sekali.”


“ malulah dalam berbuat dosa tetapi jangan malu lah dengan kebaikan.” ( AIA)